Selasa, 27 Desember 2011


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Hutan Mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khas untuk daerah tropis, terdapat di daerah pantai yang berlumpur dan airnya tenang (gelombang laut tidak besar). [1]
Luas Hutan Mangrove di seluruh dunia yang jumlahnya mencapai 18 juta hektar Indonesia dikatakan terbaik karena mutu mangrove Indonesia memiliki bentuk yang tinggi, sedangkan di kawasan lain tumbuhnya sangat kerdil. Fungsi mangrove pun sangat strategis selain penahan rob (air laut), juga pelindung dari gelombang tsunami dan sumber makanan serta oksigen biota laut. Ironisnya, justru Hutan Mangrove pun ikut menjadi sasaran penggundulan.
Allah SWT menciptakan alam semesta yang dianugerahkan kepada umat manusia. Hutan memegang peranan penting untuk kelestarian alam karena hutan merupakan paru-paru dunia. Kelestarian hutan merupakan tanggung  jawab masyarakat, namun untuk pelestarian hutan tersebut membutuhkan usaha banyak pihak yang bekerja sama dalam menjaga hutan serta kehidupan alam liar dan dapat bertahan untuk kehidupan masa depan, hal ini akan bergerak secara harmonis, serasi, seimbang, teratur dan  berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. keteraturan alam ini merupakan bukti eksistensi Allah SWT sebagai pencipta.
Firman Allah SWT dalamIbrahim ayat 32    
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur tAtRr&ur šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 ( t¤yur ãNä3s9 šù=àÿø9$# y̍ôftGÏ9 Îû ̍óst7ø9$# ¾Ín̍øBr'Î/ ( t¤yur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ  
Artinya: Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai”[2].
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta untuk manusia agar manusia, dapat melangsungkan kehidupan serta hidup saling teratur dan menjaga satu sama lain. Hutan disadari ataupun tidak sangat dibutuhkan oleh manusia, karena hutan diciptakan Allah SWT untuk dipergunakan manusia dengan sebaik-baiknya.
Namun terkadang manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhoposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan.
 Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakan pun sering lebih banyak didominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang dari pada masa yang akan datang. Akhirnya hutan pun hanya dianggap sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati.
Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan lahan pertanian. Kalangan usaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintah mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.[3]
Manusia dengan segala keunggulan pemikiran dan teknologi menjadi cenderung sebagai subjek perusak hutan demi kepentingan dan keserakahan tanpa menyadari bahwa bila hutan gundul maka akan berakibat pula pada dirinya sendiri dan orang lain
Firman Allah dalam Surat ar-Rum ayat 41
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ  
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).[4]
Dari ayat ini Allah SWT menggambarkan kehidupan manusia di permukaan bumi, manusia saling melakukan perbuatan yang merusak bumi ciptaan Allah dengan tangan mereka sendiri atau akibat ulah manusia itu sendiri, pemanfaatan kekayaan alam secara berlebihan tampa pertimbangan akan merusak alam dan segala isinya, alam terutama hutan perlu dipertahankan demi  kebahagiaan generasi ke depan.
Demikian pula Hutan Mangrove ikut terdegrasi meskipun pembabatan Hutan Mangrove di sepanjang pantai Indonesia tidak secepat hutan tropis, keberadaan mangrove cukup memprihatinkan. Kini hanya tersisa 40% yang masih baik di seluruh Indonesia. Data yang dikeluarkan Mangrove information center  2006  menyebutkan Indonesia merupakan salah-satu negara yang memiliki Hutan Mangrove terluas di dunia. Luasnya mencapai 25% atau 4,5 juta ha.[5]
Permasalahan Hutan telah lama menjadi perhatian Dunia Internasional, perhatian yakni Konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi yang berlangsung dari tanggal 3-14 Juni 1992 di Rio De Janeiro, Brazil, telah dihasilkan 5 dokuen Konvensi, yaitu (1)Deklarasi Rio (2) Agenda 21 (3) Dokumen tentang Prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan (4) Konvensi tentang perubahan iklim (5) Konvensi tentang tentang Keanekaragaman Hayati [6].
Konferensi yang melibatkan hampir seluruh negara maju maupun negara-negara berkembang, telah berhasil mencapai konsensus tentang perlunya pengintegrasian lingkungan terhadap pembangunan. Negara-negara berkembang yang tergabung dalam kelompok 77 telah memperlihatkan peranan penting mereka dan berupaya mendesak negara-negara maju untuk memperhatikan keadaan kesulitan yang di hadapi negara-negara berkembang. Terutama, mengenai sumber pendanaan yang sangat diperlukan dalam  rangka perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.[7]
Pembinaan hutan, khususnya Hutan Mangrove  yang akan penulis bahas bertujuan untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. aspek pembinaan hutan merupakan kesatuan yang utuh antara aspek yuridis, aspek teknis, manajemen, dan aspek administrasi
Walaupun baru tahun tujuh puluhan orang ramai membicarakan, mendiskusikan bahkan mengembangkan studi tentang kehutanan dan lingkungan hidup, karna mereka mulai sadar akan bahaya besar yang mengancam kelestarian hutan dan akibat yang disebabkan seandainya hutan tidak terjaga. Akan tetapi Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin dan sebagai suprastruktur ideologis masyarakat muslim, memiliki nilai ekologis yang cukup tinggi, Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah ajaran Islam telah mengajarkan pada masyarakat muslim tentang pemeliharaan lingkungan terutama hutan.
Hal ini terdapat dalam pesan moral dalam hadist-hadist Rasulullah SAW, disamping itu banyak ayat Al-Qur-an yang mengisyaratkan manusia agar menjaga dan melestarikan bumi, jauh hari Allah SWT telah memberi peringatan kepada manusia  agar menjaga alam dan memerintahkan tegas agar manusia menjaga lingkungan setelah diciptakan alam semesta.
Firman Allah dalam Surat Al-A’raf ayat 56 :
Ÿwur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷Š$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu «!$# Ò=ƒÌs% šÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÎÏÈ    
Artinya :“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan) sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”[8] 
Menurut Yusuf Qardhawi dijelaskan bahwa dalam Islam perbuatan yang mengakibatkan bumi rusak dipandang sebagai jarimah (pelanggaran) karena dari perbuatan ini sangat buruk dan merugikan masyarakat. Apabila dikaji secara mendalam tidak dapat diragukan lagi bahwa pemeliharaan lingkungan, hutan dan pelestariannya dan pengembangannya tercakup dalam kategori masalah (agama, jiwa, keturunan, akal, harta) di sinilah letak pentingnya penjagaan lingkungan terutama pelestarian hutan karena keberadaannya sangat berpengaruh terhadap kehidupan terhadap perbuatan umat manusia.[9]
Merujuk pada dalil-dalil Nash (Alqur’an dan Sunnah) Islam tegas melarang manusia merusak alam. Larangan yang jelas dan tegas terhadap perbuatan perusak alam, hutan dan lingkungan hidup memposisikan ketentuan wajib untuk melakukan pemeliharaan dan pelestarian alam, hutan serta lingkungan hidup. Perintah dan larangan itu dimaksudkan agar kelangsungan hidup manusia tidak rusak dan dapat berjalan dengan baik.
Peraturan mengenai masalah Hutan Mangrove dan sanksi terhadap perusak Hutan Mangrove telah dibicarakan dalam hukum positif, disamping itu pembahasan ekologis menurut sudut pandang ahli kehutanan dan nilai-nilai ekologis terus berkembang namun akan kering dalam action tampa adanya kekuatan spritual Islam itu sendiri.
Menyadari betapa pentingnya pemerintah menjaga dan menyelamatkan Hutan Mangrove Pemerintah Daerah Kota Tarakan mengeluarkan Peraturan Nomor 04 tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove[10]. Mengenai perlindungan  Hutan Mangrove di tegaskan dalam pasal 6 yaitu: Penyelenggaraan perlindungan Hutan Mangrove bertujuan menjaga kawasan Hutan Mangrove dan lingkungan agar fungsi dan perannya tercapai secara optimal dan lestari.
Dalam pasal di atas dapat pahami bahwa dalam melindungi Hutan Mangrove dibutuhkan campur tangan seluruh masyarakat, aparat dan pemerintah karena  tujuannya agar Hutan Mangrove tetap terlindungi dan lestari sehingga Hutan Mangrove tidak tercemar baik oleh tangan manusia dan lain-lainnya dalam arti Hutan Mangrove tetap terjaga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 tahun 2002 tersebut telah digambarkan larangan dan pengawasan Hutan Mangrove dibutuhkan partisipasi masyarakat agar Hutan Mangrove tetap terlindungi dan lestari sehingga Hutan Mangrove beserta satwanya tidak tercemar baik oleh tangan manusia dan lain-lainnya dalam artian Hutan Mangrove tetap terjaga dan lingkungan sekitarnya
Dalam Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 tahun 2002 tersebut telah digambarkan larangan dan pengawasan Hutan Mangrove serta satwanya. Hal ini ditegaskan dalam pasal 9 : Diwilayah Kota Tarakan setiap orang dilarang melakukan kegiatan :
1.      Mengerjakan atau menduduki kawasan Hutan Mangrove
2.      Menebang pohon dari kawasan Hutan Mangrove
3.      Mengangkut dan atau memperdagangkan kayu yang berasal dari Hutan Mangrove
4.      Menggunakan dan atau memanfaatkan kayu yang berasal dari kawasan Hutan Mangrove;
5.      Melakukan kegiatan lain yang dapat merusak kelestarian Hutan Mangrove;
6.      Merambah Hutan Mangrove;
7.      Membakar Hutan Mangrove;
8.      Mencemari Hutan Mangrove baik dengan bahan organik maupun dengan bahan non organik;
9.      Merusak sarana dan prasarana yang ada di Hutan Mangrove;
10.  Mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuh-tumbuhan dan atau satwa liar yang berasal dari kawasan Hutan Mangrove[11]
            Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di lapangan terutama dikawasan Hutan Mangrove yang yang tercemari (rusak) di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir terdapat beberapa kegiatan atau usaha yang menimbulkan dampak besar terhadap kerusakan  Hutan Mangrove yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan merusak Hutan Mangrove. Dalam hal ini terdapat beberapa bentuk kerusakan yang terjadi, yakni:
1.      Penebangan Hutan Mangrove secara liar sehingga bukan saja Hutan Mangrove yang punah tetapi satwa sekitarnya ikut juga punah
2.      Tidak ada lagi yang menahan gempuran ombak dan angin sehingga tak ada yang menahan garis pantai
3.      Sebagai pencegah proses instruksi air laut dengan punahnya Hutan Mangrove tidak ada lagi yang mencegah instruksi air laut
4.      Kerusakan Hutan Mangrove akan mengakibatkan berkurangnya populasi ikan dipesisir pantai sehingga mengurahi pendapatan nelayan tradisional.
5.      Dengan adanya penebangan Mangrove secara liar tidak ada lagi daerah sebagai penyanggah (buffer zone) antara daratan dan lautan[12]
            Berdasarkan ketentuan undang-undang di atas  jelas bahwa setiap upaya dan usaha yang mengakibatkan kerusakan terhadap Hutan Mangrove dilarang oleh negara dan perbuatan tersebut diklasifikasikan dalam perbuatan tindakan pidana. Undang-undang ini menjadi acuan bagi penegakan hukum Hutan Mangrove di Indonesia. Setiap manusia harus mematuhi aturan penjagaan terhadap Hutan Mangrove.
            Realita di lapangan yang penulis lihat pada tahun ini banyak terjadi penebangan Hutan Mangrove secara liar, ini disebabkan karena aturan hukum yang kurang tegas dan banyak alasan lain yang mempengaruhi kurang terjaganya kelestarian Hutan Mangrove, seperti tingkat kesadaran masyarakat yang rendah sehingga upaya untuk menjaga kelestarian Hutan Mangrove tidak ada. Demikian halnya yang terjadi di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir.  Kecamatan Mandah adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir Riau yang merupakan daerah yang mempunyai berhektar-hektar Hutan Mangrove.[13]
            Kegiatan atau usaha yang menyebabkan kerusakan Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah seperti penebangan Hutan Mangrove kemudian diekspor ke Malaysia, pembuatan tambak-tambak yang mengakibatkan Hutan Mangrove hancur, pengambilan batu karang di areal Hutan Mangrove sehingga mengakibatkan Hutan Mangrove rusak. Hal ini menurut analisa penulis karena kurangnya upaya pemerintah setempat dalam memberikan pengawasan dan menetapkan kebijakan kepada perusak Hutan Mangrove tersebut.[14]
            Khususnya di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir, telah dilakukan penebangan Hutan Mangrove secara liar sudah berjalan puluhan tahun, di satu sisi memang termasuk mata pencaharian masyarakat setempat tetapi dampaknnya sangat buruk bagi tatanan lingkungan dan pemberdayaan Hutan Mangrove bahkan bagi negara.
            Terutama di kawasan Indrigiri Hilir yang ada di Kecamatan Mandah. Kayu-kayu dari Hutan Mangrove tersebut dijual murah saja oleh penebang liar tersebut ke aparat-aparat sekitar kemudian diekspor  ke Malaysia sehingga lambat laun Hutan Mangrove akan rusak dan hancur termasuk satwa sekitarnya juga ikut punah yang berakibat akan merusak lingkungan sekitar bahkan penangkapan ikan. Nelayan-nelayan secara tradisional semakin hari semakin berkurang. Pada saat Hutan Mangrove belum ditebang beberapa tahun yang lalu penghasilan nelayan setiap hari mencapai dua puluh kilo sekali melaut, tapi saat ini mendapat dua kilo ikan dan udang saja susah.[15]
            Pembuatan tambak-tambak di areal Hutan Mangrove juga merusak Hutan Mangrove bahkan berhektar-hektar para pengusaha membuat tambak-tambak ikan jadi semakin sedikit, mereka hanya memikirkan keuntungan sendiri tampa memikirkan pemberdayaan Mangrove dan lingkungan sekitar. Kurangnya peranan pemerintah atau aparat penegak hukum dalam masalah ini akan memberi peluang kepada para pelaku penebang Hutan Mangrove untuk terus melakukan penebangan liar, bahkan ada sebagian aparat yang juga melakukan hal tersebut.
            Menurut salah seorang tokoh masyarakat sekitar area Hutan Mangrove yang berpropesi sebagai nelayan Bapak Azwar di Kanagarian Indrigiri Hilir yang pernah penulis wawancarai mengatakan: Penebangan Hutan Mangrove harus segera dicegah dan dapat dipulihkan kembali agar hasil tangkapan kami meningkat kembali. Menurutnya, kerusakan Hutan Mangrove akan mengakibatkan berkurangnya populasi ikan dipesisir pantai sehingga mengurahi pendapatan kami sebagai nelayan tradisional.[16] 
            Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah seorang penduduk sekitar area Hutan Mangrove dan sekaligus yang berpropesi sebagai nelayan tradisional di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir Riau, dapat penulis pahami bahwa tumbuhan mangrove di pinggir pantai merupakan kawasan pengembang biakan ikan, ketika Hutan Mangrove rusak tangkapan nelayan tradisional tersebut turun drastis, jadi banyak sekali efek samping yang terjadi ketika Hutan Mangrove dirusak oleh penebang liar, kegiatan penebangan Hutan Mangrove telah lama dilakukan sejak bertahun-tahun dan selama ini belum nampak usaha penertiban dan penerapan sanksi pidana bagi pelaku kerusakan penebangan Hutan Mangrove di sini. Di sinilah letak pentingnya penelitian ini penulis lakukan untuk melihat sejauh mana bentuk kerusakan Hutan Mangrove dan upaya penanggulangan serta upaya penerapan sanksi pidana bagi pelaku penebangan Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir.
            Oleh karena itu penulis tertarik dan bermaksud melakukan penelitian dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Implementasi sanksi hukum Bagi Penebangan Hutan Mangrove Ditinjau Dari Hukum Pidana Islam (Studi Kasus di Kecamatan Mandah Indragirihilir Riau)”
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1.  Rumusan Masalah
            Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman dan penyimpangan terhadap apa yang penulis maksud dari tujuan semula, maka yang menjadi Rumusan Masalah adalah:
a.       Bagaimana bentuk-bentuk sanksi hukum bagi penebang Hutan Mangrove di Indonesia atau di Kecamatan Mandah?
b.       Bagaimana Implementasi sanksi hukum bagi penebang atau perusak Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah Indragirihilir ditinjau dari Hukum Pidana Islam?
 2.  Batasan Masalah
            Agar tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai maka penulis perlu membuat batasan masalah di mana penelitian ini penulis batasi, hanya mengenai “Implementasi Sanksi Hukum bagi Penebang Hutan Mangrove ditinjau dari Hukum Pidana Islam di Kecamatan Mandah Indragiri Hilir Riau”.


C. Penjelasan Judul
            Untuk dapat memahami dan menghindari keraguan serta kesalahpahaman dalam memahami judul diatas, maka berikut akan dijelaskan segala sesuatu tentang istilah-istilah yang dianggap perlu yang terdapat dalam judul sebagaiberikut:
Sanksi hukum:      tindakan pemberian hukuman terhadap pelaku pelanggaran atau kejahatan oleh aparat penegak hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku.[17]
Penebangan:         Suatu tindakan pengambilan kayu secara liar
 Hutan Mangrove:            Merupakan formasi hutan yang khas daerah tropika dan hidup didaerah pantai rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang surut air laut.[18]           
Hukum Pidana Islam:      Aturan Syariat Islam yang mengatur hukum tentang sanksi terhadap tindak kejahatan manusia dalam penerapannya untuk kemashlahatan umat manusia.[19]
            Yang penulis maksud adalah bagaimana bentuk sanksi hukum bagi penebangan Hutan Mangrove di Indonesia atau di Kecamatan Mandah dan upaya penerapan sanksi hukum bagi pelaku penebangan Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah Indragirihilir Riau ditinjau dari Hukum Pidana Islam, yang penulis teliti di Kecamatan Mandah IndragiriHilir
D. Tujuan dan kegunaan Penelitian
1.  Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengetahui bentuk-bentuk sanksi hukum bagi penebangan Hutan Mangrove di Indonesia dan penerapannya di Kecamatan Mandah Indragiri Hilir
b.      Untuk mengetahui Implementasi hukum bagi penebangan Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir ditinjau dari Hukum Pidana Islam.
2. Kegunaan Penelitian
a.       Untuk menambah pengetahuan penulis tentang sejauh mana peranan pemerintah dalam melakukan penerapan hukum bagi penebang Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir Riau
b.      Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat terutama umat Islam dan mahasiswa Fakultas Syari’ah guna menjawab persoalan yang berkembang di tengah masyarakat. Khususnya tentang Implementasi Sanksi Hukun bagi Penebangan Hutan Mangrove ditinjau dari Hukum Pidana Islam.


E. Metodologi Penelitian
            Pada hakikatnya penelitian adalah suatu cara dari sekian cara yang pernah ditempuh dalam mencari kebenaran, dalam hal ini penulis menerapkan metode penelitian kualitatif  (lapangan).
            Metode kualitatif yaitu melakukan kajian-kajian deskriptip yang luas dan berlandaskan kepada kajian teoritis yang kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses dalam lingkup setempat. Dengan metode kualitatif, penulis dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kualitatif penulis dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.[20]
1)      Penelitian Kualitatif
            Penelitian kualitatif merupakan siklus yang diawali dengan pemilihan masalah, dilanjutkan dengan perbuatan pertanyaan, pembuatan catatan atau perekaman dan kemudian di analisis dan kemudian pembuatan laporan.[21] Adapun yang menjadi metode pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dolmkumen dan bacaan literatur.
2)    Teknik Pengumpulan Data
a.       Observasi, Untuk mendapatkan data yang akurat penulis terjun langsung kelapangan melihat kondisi nyata, seperti tempat kawasan Hutan Mangrove yang rusak akibat penebangan  tersebut
b.      Wawancara
Untuk mengumpulkan data menurut teknik diatas maka penulis mencari data dari unsur-unsur masyarakat dan pemerintah setempat yaitu:
1)      Meliputi para penebang Hutan Mangrove, para nelayan-nelayan tradisional korban dari penebangan Hutan Mangrove, pemerintah Kecamatan Mandah Indrigiri Hilir, Dinas Kehutanan Kecamatan Mandah, aparat penegak hukum seperti polisi, camat dan masyarakat sekitar Hutan Mangrove tersebut dan lain-lain.
2)      Sumber informasi
a.       Kapala desa bolak raya
b.      Camat mandah
c.       Polsek Mandah
d.      Dinas Kehutanan Mandah
e.       Nelayan tradisional/masyarakat sekitar



3)      Populasi dan sampel
          Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti, sementara itu sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti[22]. Populasi dalam penelitian ini 30 orang adapun cara pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling (judgment smpling). Teknik adalah pemilihan sample pada kriteria tertentu terpilih menjadi anggota sample.[23]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar